views
Sumber: Facebook (KPAD Gerlong Bandung)
Jendral Gatot Subroto Menghancurkan Proklamasi Negara Islam di Malangbong. Proklamasi Tersebut Diproklamirkan oleh Kartosuwiryo, Seseorang yang ingin Mendirikan Negara Islam.
Situasi negara dalam keadaan perang dan Jendral Gatot Subroto membutuhkan 350 pejuang dengan segera guna membantu pertempuran membasmi pendirian Negara Islam tersebut. Para pejuang tersebut datang dari beberapa daerah di Indonesia, antara lain: Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, Lampung, Padang, Tapanuli, Sumatera Utara, Manado, Ambon, dll.
Prajurit tambahan sejumlah 350 orang tersebut ditempatkan di 16 hotel di Bandung. Setiap hari mereka ditugaskan di luar kota yaitu di daerah Malangbong, Tasikmalaya, Ciamis, Sumedang, Cikalong Wetan, Cianjur, Bogor dan sekitarnya. Mereka beroperasi bersama dengan Pasukan Siliwangi yang sudah mengenal daerah tersebut. Operasi peperangan melawan pendirian Negara Islam ini cukup panjang prosesnya yang memakan waktu 10 tahun sehingga kondisi Jawa Barat sungguh tidak aman pada saat itu.
Bukan saja keadaan yang tidak aman kondisinya, namun kondisi kesejahteraan pasukan tambahan dari daerah ini cukup memprihatinkan. Bayangkan saja, selama dua tahun, setiap bulannya mereka hanya menerima uang saku 20% dari gaji mereka, dikarenakan 80% sudah dipotong terlebih dahulu untuk biaya sewa hotel dan makan. Keadaan lebih menyedihkan lagi bagi para prajurit yang membawa keluarganya sehingga harus ikut tinggal di hotel, yang entah sampai kapan akan berlangsung.
Namun, tak disangka, tiba-tiba saja datang berita dari SUAD di Jakarta bahwa akan ada rapel selama 2 tahun bagi 350 pejuang tambahan itu. Mendengar berita tersebut tentunya para pejuang menyambut dengan sangat gembira. Uang rapel selama dua tahun bagi 350 prajurit tersebut sejumlah Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah).
Uang rapel tersebut dipegang oleh Jendral Gatot Subroto sebagai WAKASAD, pemegang pimpinan tertinggi. Selain beliau terdapat pula pimpinan penting lainnya yaitu Jendral Ibrahim Adji. Jendral Gatot Subroto sungguh pusing tujuh keliling memegang uang rapel 350 prajuritnya. Akhirnya beliau menemui penasehat hukumnya.
Beliau bertanya pada penasehat hukum tersebut, “Bapak Penasehat Hukum, bila uang rapel ini tidak saya berikan pada mereka, namun sebagai gantinya saya buatkan rumah beserta tanahnya untuk dimiliki sebagai warisan perjuangan membasmi Kartosuwiryo, bagaimana menurut Bapak?”
Penasehat hukum tersebut menjawab, “Tindakan Bapak Jendral ini sungguh jitu. Masa keong saja kemana-mana bawa rumah, sementara para prajurit ini tak punya tempat untuk berteduh.”
Mendapat jawab seperti itu, Jendral Gatot Subroto gembira, “Hahahaha… kamu benar Monyet” (Jendral Gatot Subroto ini memang sering memanggil bawahannya dengan kata Monyet, namun sebenarnya beliau sangat mencintai anak buahnya).
Saya bertemu dengan Pak Gatot di Gegerkalong di rumah Bapak H. Ridho - seorang kaya raya di daerah tersebut yang memiliki tanah ribuan hektar. Beliau berkata, “Monyet, aku golekne tanah ana proyek.” Kemudian langsung saya menemui Pak Hanafi untuk mencari tanah.
Pak Hanafi adalah Kolonel CPM dan Bagian Keuangan Kodam VI Siliwangi. Selain itu beliau juga seorang arsitek ulung dalam pembuatan gedung-gedung. Seminggu kemudian, beliau sudah membeli tanah seluas 40 hektar seharga Rp. 40.000.000,- (empat puluh juta rupiah).
Kemudian Jendral Gatot Subroto memerintahkan agar segera dibangun. Pembangunan pertama yaitu Rumah Type G sebanyak 116 buah. Pembangunan tersebut memakan waktu setahun.
Kol. Ahmad Syam sebagai Dandim langsung membagi VB (SIM). Kebetulan saya, hakim mendapatkan No. 116. Rumah-rumah yang dibangun pada tahap awal sudah hampir habis. Tahun berikutnya dibangun lagi sejumlah 350 buah type BATAKU dengan bahan bangunan kayu karet. Harga rumah tersebut Rp. 350.000,- (tiga ratus lima puluh ribu rupiah).
Masing-masing pejuang mendapatkan sebuah rumah beserta VB (SIM)-nya, pesan dari Pak Ahmad Syam sebagai Dandim adalah VB (SIM) yang pertama harus disimpan baik-baik karena ini bisa disamakan atau setara dengan sertifikat.
Setelah ditempati selama 40 tahun, rumah-rumah tersebut sudah berubah bentuk, penghuninya pun terkadang sudah berganti dikarenakan bapak-bapak pejuang tersebut telah meninggal sehingga yang menghuni rumah tersebut adalah anak-anaknya. Namun kondisi rumah-rumah tersebut terawat dengan baik dan sebagai warisan milik pribadi.
Tahun 1963, Pak Hanafi membangun 616 (enam ratus enam belas) lagi dan para penghuninya mendapatkan VB (SIM) tentunya. Di saat-saat terakhir dibangun lagi 800 rumah. Namun rumah-rumah yang dibangun setelah tahun 1964 tidak mendapatkan VB (SIM). Hal tersebut berlangsung hingga tahun 1982, kemudian setelah itu VB (SIM) ada lagi. Hal tersebut dikarenakan pada 1982 terdapat penertiban rumah oleh KASAD. Selama 20 tahun tersebut tanpa VB (SIM) keadaan tetap aman-aman saja. Tidak ada tindakan pidana maupun kriminal lainnya.
Pada tahun 1962, perang melawan Kartosuwiryo dan pendirian Negara Islamnya berakhir. Kartosuwiryo ditangkap oleh Bapak Suhanda. Kartosuwiryo diadili di Pengadilan Militer dan kemudian dihukum mati. Sedangkan Pak Suhanda masih hidup di KPAD Gegerkalong beserta keluarganya.
Adapun pengumuman dari Bapak Jendral Gatot Subroto adalah PERANG DENGAN GEROMBOLAN KARTOSUWIRYO TELAH SELESAI. TERIMA KASIH ATAS JASA-JASAMU SEKALIAN. RAWATLAH RUMAH DAN TANAHNYA. RUMAH DAN TANAH INI MILIKMU SEBAGAI WARISAN PERANG. RUMAH INI DIBUAT DARI RAPEL BERDARAH MILIKMU. RAPEL HASILMU BERJUANG MELAWAN GEROMBOLAN KARTOSUWIRYO. RAWATLAH BAIK-BAIK DAN WARISKAN PADA ANAK CUCUMU. MERDEKA!!!
Akhirnya, guna memperingati jasa Jendral Gatot Subroto dalam pembangunan rumah bagi 350 pejuangnya, makan namanya diabadikan dalam nama-nama jalan di KPAD Gegerkalong Bandung, yaitu Jalan Pak Gatot I hingga Jalan Pak Gatot VI.
MERDEKA
MERDEKA
Hakim: Sugiyono Sumoatmojo, SH.
Comments
0 comment